Tuesday, October 28, 2014

Review Jurnal psikologi Manajemen



Review Jurnal Psikologi Manajemen


Review Jurnal Psikologi Manajement




Jurnal

BUDAYA ORGANISASI, KOMITMEN ORGANISASIONAL, DAN
KEPUASAN KERJA KARYAWAN
Klara Innata Arishanti

Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100 Depok 16424, Jawa Barat 

Reviewer by: :
Moredy. Eder. T. Katuuk
                    
PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2012





1.  Judul
    Budaya Organisasi, Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja Karyawan.

2. Latar Belakang dan Tujuan penelitian 
a Latar Belakang
    Dalam organisasi industri, dikenal berbagai sumber daya yang dapat diguna-kan untuk mencapai tujuan organisasi, salah satunya adalah manusia, makanya di sat ini banyak yang menyaadari bahwa pekerja telah dipandang sebagai suatu sumber daya yang sangat penting dan perlu diberikan perhatian khusus  karena inilah salah satu faktir penentu dalam keberhasilan suatu organisasi dan untuk mencapai tujuan organisasi. Tujuan Organisasi akan tercapai jika didukung oleh factor yang satu ini yaitu kepuasan kerja dari para karyawan, Kepuasan Kerja karyawan yang rendah akan berpengaruh pada prestasi kerjanya, dan berhubungan dengan system nilai dari masyarakyat tempat dia bekerja, keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuanya tidak hanya d tentukan oleh struktur organisasi, laporan  juga di tentukan oleh suatu yang tak kasat mata seperti Budaya organisasi. Adanya kesesuaian antara nilai pri-badi dengan nilai perusahaan akan me-nimbulkan kepuasaan kerja. Yang  berhubungan dengan komitmen organisasional yang timbul karena rasa percaya karyawan pada manajemen perusahaan. Maka karyawan yang memiliki komitmen pada organisasi ia akan bekerja lebih prduktif dibandingkan oleh yang tidak mempunyai komitmen yang tinggi pada perusahaan. (Mathis dan Jackson, 2001)
Satisfaction Qoestiionnaire ( MSQ ) yang terdiri dari 20 item,  item item skala  yang disusun berdasarkan komponen-komponen yang terdiri dari empat  empat komponen dan dua belas sub komponen alat ukur yang dikembangkan oleh Amir (2001)b. Tujuan Penelitian
     Untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi dan komitmen organisasional terhadap kepuasan   kerja . 
3.Variable dan Hipotesis a. Variable
    Variable bebasnya adalah budaya Oraganisasi dan komitmen organisasional serta variable terikatnya yaitu Kepuasan kerja. b. Hipotesis
    Hipotesi dari Penelitian ini yaitu terdapatnya pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja, dan pengaruh dari komitmenorganisasional terhadap kepuasan kerja dan pengaruh bersama-sama yaitu Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasi terhadap Kepuasan Kerja. 

4. Metode Penelitian 
    Kepuasan kerja diukur dengan mengunakan  skala kepuasan kerja berdasarkan Minnesota
. Subjek Penelitian ini adalah karyawan dan karyawati PT. X  atau karyawan salah satu perusahan perminyakan yang berlokasi di Jakarta Selatan. Metodenya  dengan memberikan kuesioner pada 90 responden dengan teknik try out. Dan hanya 75 kuesioner yang dapat dianalisis. Pengumpulan data mengunakan 3 macam skala yaitu skla organisasi dan skala komitmen dilakukan dengan validitas konstrak sedangkan Sedangkan pengujian reliabilitas alat ukur diuji kembali dengan meng-gunakan analisis varian alpha cronbach. Analisis data untuk mengetahui koefisien validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS ver 12.00 for Windows

4.Hasil Dan Pembahasan
  Hasilnya yaitu ditemukannya korelasi variable antara variable-vaiable tersebut yaitu  variable kepuasan kerja adalah 0.436, dengan nilai signifikansi 0.000 (p < 0.01) . yang berarti  adanyanhubungan yang signifikan antara variable budaya organisasi dengan kepuasan kerja. Serta korelasi antara komitmen kerja dengan kepuasan kerja dengan nilai signifikasi 0.000 (p < 0.01).  dan setelah dilakukan perhitungan regresi pada variable tersebut maka diperoleh R Square atau koefisien determinasi sebesar 0.363 yang berarti 36.3% kepuasan kerja karyawan dapat dijelaskan oleh variabel budaya organisasi dan ko-mitmen organisasional. Berdasarkan penelitian maka rerata nilai dari aspek-aspek yang diteliti pada karyawan PT X rata-rata tergolong tinggi pada setiap variable yang diteliti. 



5. Landasan Teori
  • Kondisi kepuasan kerja yang ren-dah dapat menyebabkan karyawan bosan dengan tugas-tugasnya, cepat atau lambat tidak dapat diandalkan, menjadi mangkir atau buruk prestasi kerjanya (Kussriyanto, 1991).
  • keberhasilan suatu organisasi mencapai tujuannya tidak hanya ditentukan oleh hal-hal yang kasat mata (tangible), seperti struktur organisasi, laporan ke-uangan, aset, gedung dan sebagainya, melainkan juga oleh hal-hal yang tidak kasat mata (intangible) (Moeljono, 2003). 

  • Locke dalam Riyono, 1996 mengatakan kepuasan kerja  berkaitan dengan nilai-nilai melalui budaya organissasi dari perusahaan dan jika budaya suatu perusahaan membantu karyawannya dalam mengembangkan dan memberdayakan potensi karyawan ini kan berhubungan dengan kepusan kerja yang tinggi da  komitmen organisasisional yang besar dari karyawan terhadap perusahaan. Simmons (2005).

6. Kesimpulan dan Saran
a.   Kesimpulan
   Berdasarkan hasil analis data dan pembahasan dari penelitian pada karyawan PT.  X  dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan. Serta terdapat pengaruh yang signifikan juga pada Komitmen Organisasional terhadap kepuasan Kerja  dan juga secara bersama-sama terdapat pengaruh yagnn signifikan antara variable variable tersebut. Yaitu  Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasional terhadap Kepuasan Kerja. Maka kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh budaya organisasi perusahaan serta Komitmen organisasional.

b.      Saran


  • Meningkatkan Kondisi internal perusahaan

  • Meningkatkan aspek-aspek dari budaya organisasi seperti pelatihan dan pengembangan.

  • Sosilaisasi kebijakan yang Konsisten dan  struktur manajemen yang terbuka

  • Perusahaan dan manajemen perusahaan toleran terhadap kritik dan saran yagn bersifat konstruktif. Meski berlawanan dengan kebijakan awal.

  • Karyawan diarrahkan untuk dapat mengimplementsikan visi dan misi perusahaan dengan lebih terarah sesuai dengan tujuan yang perusahaan inginkan

  • Memberikan kompensasi dan tunjangan yang layak agar karyawan merasa dihargai maka ini akan memingkatkan rasa kepuasan karyawan terhadap perusahaan dan karyawan akan lebih berinisiatif dan lebih gigih dalam bekerja karena jerih payahnya dihargai.


  • Memberikan promosi jabatan bagi karyawan yang memiliki kinerja baik.




DAFTAR PUSTAKA 



Amir, M. 2002 Hubungan antara budaya organisasi, komitmen organisasi dengan kepuasan kerja pada tenaga edukatif Universitas Muhammadiyah Surakarta di Solo. Tesis (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi Program Magister Sains Psikologi Industri dan Organisasi Pascasarjana Universitas Indonesia Depok.
Baron, R.A., and Greenberg, J. 2000 Behavior in organizations: Understanding and managing side of work Prentice Hall International, Inc. New Jersey.

Davis, K. and Newstrom, J.W. 1996 Human behavior at work: Organizational behavior. McGraw-Hill New York
Denison, D.R. 2000 Organizational culture: Can it be a key lever for driving organizational change? International Institute for Management Development. www.denisonculture.com diunduh tanggal 12 Januari 2005

Kussriyanto, B. 1991 Meningkatkan produktivitas karyawan Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen dan PT. Pustaka Bina Pressindo Jakarta.
Mathis, R.L. dan Jackson, J.H. 2001 Manajemen sumber daya manusia PT Salemba Emban Patria Jakarta.

Moeljono, D. 2003 Budaya korporat dan keunggulan korporasi PT. Elex Media Komputindo Jakarta.
Riyono, B. 1996 ”Peranan orientasi nilai budaya pada kepuasan kerja” Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi : Psikologi dan Seni Suatu Perjumpaan vol 1 pp 65-75.
Simmons., E.S. 2005 “Predictors of organizational commitment among staff in assisted living” The Gerontologist vol 45 pp 196-205.

Situmorang, N.Z. 2000. Hubungan antara iklim organisasi dan komitmen organisasi dengan kepuasan kerja dosen perguruan tinggi negeri dan swasta di Jayapura. Tesis (Tidak diterbitkan) Fakultas Psikologi Program Magister Sains Psikologi Industri dan Organisasi Pascasarjana Universitas Indonesia Depok.

Monday, October 27, 2014

Penyebab bunuh diri Tugas Psikologi Abnormal

Tugas psikologi Abnormal


KOMPAS.com – Bunuh diri merupakan tindakan yang direncanakan seseorang untuk mengakhiri hidupnya. Bunuh diri tidak terjadi secara spontan, melainkan tindakan yang terjadi setelah dipicu berbagai macam hal.

Diantaranya mereka memiliki masalah dalam keluarga, depresi karena masalah cinta, masalah ekonomi, hingga masalah di lingkungan seperti dikucilkan. Masalah ini bisa membuat mereka berpikir bunuh diri untuk memecahkan masalah. Padahal, bunuh diri sama sekali bukan cara untuk menghilangkan masalah dari hidup.

“Salah satunya mereka merasa sendiri dan putus asa dalam menghadapi permasalahan kehidupan sehingga tidak bisa lagi melihat sisi sisi positif dari suatu kehidupan,” ujar Psikolog, Tiwin Herman dalam diskusi memperingati Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia di Hotel Ibis, Jakarta, Senin (15/9/2014).

Untuk itu, seseorang yang berpotensi melakukan bunuh diri pun dapat dikenali ciri-ciri atau gejalanya. Ciri-ciri ini sebaiknya dikenali agar Anda dapat ikut berperan mencegah seseorang melakukan bunuh diri. Berikut ciri-cirinya.

Perubahan sikap dan emosi
Seseorang yang berpikir untuk bunuh diri akan mengalami perubahan sikap maupun tingkah laku. Jika sebelumnya orang tersebut dikenal sosok yang ceria, maka akan berubah menjadi pendiam. Selain itu mudah tersinggung, cepat marah, gelisah, dan sulit tidur. Ketika mereka merasa tak sanggup lagi menghadapi masalahnya. Mereka juga akan merasa sedih dan sering menangis.

Menarik diri dari lingkungan
Ketika masalah datang, beberapa orang memilih untuk menyendiri. Secara perlahan, mereka kemudian menarik diri dari komunitas atau lingkungan. Mereka juga menjadi tidak bersemangat untuk menjalani aktivitas sehari-hari.

Membicarakan masalah kematian
Seseorang yang berpikir untuk bunuh diri juga bisa ditunjukkan dengan membicarakan masalah kematian. Misalnya mengeluarkan kalimat, “kalau begini aku mati saja”, “aku mau bunuh diri”, atau “buat apa hidup, lebih baik saya mati”.  Selain itu, mereka merasa putus asa, tak beharga, maupun tak berdaya dengan mengeluarkan kalimat “Saya tidak sanggup lagi”, “saya sudah tidak mampu lagi”, “saya telah gagal dan menjadi beban”, “orang lain akan lebih senang tanpa saya”, dan sebagainya.

Menyakiti diri sendiri
Gejala yang sudah cukup berat yaitu mulai menyakiti diri sendiri. Misalnya, tidak mau makan, menyayat tangan dengan silet atau pisau dan meminum obat nyamuk. Hal ini termasuk percobaan bunuh diri.

Memberikan barang atau uang secara khusus

Anda perlu curiga ketika kerabat dekat tiba-tiba memberikan barang kesayangannya secara tiba-tiba. Selain itu, bisa juga memberikan uang secara khusus tanpa alasan. Tak hanya itu, tiba-tiba ia juga meminta maaf pada orang-orang yang dikenalnya.

Fanatik pada agama atau sebaliknya
Selain gejala di atas, seseorang yang cenderung ingin bunuh ini juga bisa secara tiba-tiba fanatik kepada agama yang dianutnya. Bisa juga sebaliknya, yaitu tidak percaya pada tuhan.

Peran sahabat, keluarga, kekasih, maupun kerabat sangat dibutuhkan untuk mencegah seseorang melakukan aksi bunuh diri. “Kita harus bisa mengambil, bisa menangkap yang terisat dari yang tersurat. Hal yang tidak terucapkan,” kata Tiwin.
KOMPAS.com - Kematian seseorang yang disebabkan bunuh diri tentu menyebabkan luka mendalam sekaligus mengejutkan bagi orang terdekatnya. Seperti kabar kematian aktor dan komedian Robin Williams yang menuai duka dari keluarga, teman, dan orang-orang yang mengenalnya.
Bunuh diri umumnya adalah hasil dari kondisi depresi, suatu perasaan sedih luar biasa sehingga tidak mampu lagi merasakan arti hidup. Dalam kondisi depresi, seseorang akan mengalami kekacauan pikiran, perasaan, dan tindakan. Karena tak bisa lagi menikmati hidup, keputusan bunuh diri sering dianggap menjadi jalan pintas terbaik.
Namun ternyata di samping depresi, bunuh diri juga dapat terjadi pada orang-orang dengan kepribadian dan perilaku tertentu. Lantas, seperti apa tipe orang yang mengindikasikan risiko bunuh diri yang tinggi?
1. Perokok
Merokok tidak hanya merusak kesehatan fisik, tetapi juga mental. Peneliti dari Washington University School of Medicine menemukan, peningkatan pajak harga rokok berhubungan dengan penurunan kasus bunuh diri di suatu daerah. Mereka menyimpulkan, merokok berhubungan dengan tindakan nekat tersebut. Diperkirakan dampak merokok terhadap bunuh diri berhubungan dengan sifat adiksi yang diberikan rokok.
2. Remaja dengan gegar otak
Cidera otak karena trauma dapat merusak kesehatan saraf remaja yang masih bertumbuh. Sebuah studi baru-baru ini menemukan, gegar otak juga berhubungan dengan kematian dini, yang paling sering adalah akibat bunuh diri. Remaja yang mengalami gegar otak tiga kali lebih mungkin untuk bunuh diri.
3. Pemusik
Steve Sack, direktur di Center for Suicide Research dan profesor di Wayne State Uniersity menjelaskan, laju bunuh diri di antara pemusik tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional. Ini karena pekerja seni, termasuk penulis, aktor, atau pelukis, lebih rentan terpapar depresi dan pikiran-pikiran bunuh diri.
4. Dewasa dengan asperger
Sindrom asperger merupakan salah satu gangguan spektrum autis. Kondisi ini dapat menyebabkan seseorang mengalami kesulitan berkomunikasi dan gangguan perilaku. Sebuah studi baru-baru ini pada populasi di Inggris menunjukkan, orang dengan asperger sembilan kali lebih mungkin untuk memikirkan bunuh diri di beberapa titik dalam hidupnya. Ini mungkin dikarenakan mereka cenderung merasa depresi akibat isolasi sosial, kesepian, tidak berprestasi, dan pengangguran.
5. Remaja yang diadopsi
Banyak remaja yang diadopsi yang menunjukkan tanda-tanda gangguan psikotik sekaligus penyalahgunaan narkoba. Sebuah studi baru-baru ini yang melibatkan remaja asal Minnesota mengungkapkan, 47 dari 56 kasus bunuh diri dilakukan oleh remaja yang diadopsi. Ini biasanya dipicu oleh perselisihan keluarga, stres akademis, perilaku lingkungan, dan mood negatif.